Inilah Puncak Kesuksesan Di Dunia
Sukses ... apakah itu sukses?
Bagaimana kita memaknai kesuksesan?
Setiap orang memiliki persepsi yang berbeda tentang makna kesuksesan. Ada yang memaknai kesuksesan dari gelimangnya harta, luasnya pengaruh dan banyaknya pengikut (fans), keluasan ilmu, keberhasilan dalam bisnis, popularitas, kekuatan fisik, dan lainnya.
Boleh jadi, setiap orang memiliki definisi yang berbeda tentang kesuksesan, tergantung latar belakang pendidikan, lingkungan sosial, ataupun agama.
Bagi seorang pemburu kenikmatan hidup, kesuksesan adalah ketika dia mampu meraih kenikmatan hidup yang sebanyak-banyaknya, tak peduli halal ataupun haram. Bagi seorang politikus, kesuksesan adalah ketika dia dan kelompoknya berhasil memenangkan pemilu sehingga dia mampu menduduki jabatan dalam pemerintahan. Seorang akademisi, seorang atlet, atau seorang pedagang pun akan memaknai kesuksesan dengan sudut pandangnya masing-masing sama lain.
Bagaimana dengan seorang Mukmin?
Sama seperti yang lainnya, seorang Mukmin akan memandang makna kesuksesan sesuai dengan nilai-nilai yang diyakininya. Dia akan mempersepsi makna kesuksesan berbeda dengan orang - orang yang jauh dari petunjuk wahyu Ilahi. Tentang bagaimana seorang Muslim memandang kesuksesan, di sini pun ada perbedaan pendapat. Namun, semuanya pasti bertitik tolak dari pandangan Al- Quran dan sunnah Nabi saw. Setidaknya, ada tiga penjabaran sukses menurut Islam.
Pertama
Pertama, ketika seseorang bisa memberikan yang terbaik kepada Allah. Seseorang dikatakan sukses apabila dia bisa beribadah dengan cara terbaik dan niat terbaik atau ikhlas. Seseorang dikatakan sukses apabila dia bisa menempatkan kehendak Allah di atas kehendak diri, mendahulukan kehendak Allah di atas kehendak nafsu, sehingga setiap amal perbuatan yang dilakukannya bisa bermakna di hadapan Allah.
Dengan kata lain, orang sukses adalah orang yang dekat dengan Allah, hatinya senantiasa terpaut kepada-Nya, hidup dan matinya pun diserahkan untuk berkhidmat kepada-Nya. dia menghabiskan sisa hidupnya untuk menjalankan amal-amal yang disukai Allah.
Orang yang sukses adalah orang yang Allah oriented ( Orientasinya adalah Allah). Artinya, segala hal yang dia pikirkan dan praktikkan berusaha dikaitkan dengan Allah Swt. Hal ini terungkap dalam surah Adz-Dzâriyat, 51:56 bahwa tidaklah Allah Ta’ala menciptakan jin dan manusia melainkan agar semua beribadah dan mengabdi kepada-Nya.
Kedua
Kedua, ketika seseorang mampu meniru akhlak Rasulullah saw. semaksimal yang dia mampu. Rasulullah saw diutus ke dunia untuk menjadi teladan dalam keimanan dan amal saleh sehingga Allah Swt menjamin kebenaran apa - apa yang diucapkan dan dilakukan oleh beliau. Allah Swt pun berjanji akan memberikan penghargaan yang setinggi - tingginya kepada siapa saja yang berusaha mengimani dan meneladani sunnah - sunnahnya.
Penghargaan itu bisa berupa harta kekayaan, kebahagiaan, kelapangan hidup, kemudahan rezeki, kesehatan, dan semua kebaikan. Adapun puncak penghargaan dari Allah Ta’ala adalah memasukkan dirinya ke surga bersama Rasulullah saw. di surga tertinggi.
Anas bin Malik ra. mengisahkan, “Ada seseorang yang bertanya kepada Nabi saw., “Kapankah Kiamat akan datang?” Nabi saw. pun menjawab, “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?” Orang itu menjawab, “Wahai Rasulullah, aku belum mempersiapkan shalat dan puasa yang banyak, hanya saja aku mencintai Allah dan rasul-Nya.” Maka, Rasulullah saw. bersabda, “Seseorang (pada Hari Kiamat) akan bersama orang yang dicintainya, dan engkau akan bersama yang engkau cintai.” Anas pun berkata, “Kami tidak lebih bahagia daripada mendengarkan sabda Nabi saw., ‘Engkau akan bersama orang yang engkau cintai.’” Anas kembali berkata, “Aku mencintai Nabi saw. Abu Bakar dan Umar. Aku pun berharap akan bisa bersama mereka (pada Hari Kiamat), dengan cintaku ini kepada mereka, meskipun aku sendiri belum (bisa) beramal sebanyak amalan mereka.” (HR Al-Bukhari, Fathul-Bari, 10/557, No. 6171)
Ketiga
Ketiga, ketika seseorang mampu memberi manfaat bagi orang-orang yang ada di sekitarnya. Selama dia belum bisa memberi manfaat untuk dirinya, orang tuanya, sanak saudaranya, tetangga-tetangganya, dan lingkungan sekitarnya, dia belum dikatakan sukses, walaupun secara zahir dia termasuk orang kaya, terpelajar, tampan, terkenal, dan memiliki aneka kelebihan. Dia belum dikatakan sukses apabila belum bisa memanfaatkan kekayaannya, ilmunya, atau kedudukannya itu bagi kemaslahatan orang banyak.
Sebab, kesuksesan yang hakiki tidak untuk kejayaan sendiri atau dinikmati sendiri. Yang namanya sukses adalah ketika seseorang bisa berbagi dan memberi manfaat bagi orang lain. Hal ini sesuai dengan yang disabdakan Rasulullah saw bahwa sebaik-baik orang adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya. Khairunnâs anfa’uhum linnâs.
***
Sesungguhnya, ketiga jenis kesuksesan ini merupakan “tahap awal” atau “batu loncatan” bagi seorang manusia untuk menuju kesuksesan puncak di dunia. Apakah itu?
“Meninggal dalam keadaan khusnul khatimah”.
Kita meninggal saat keimanan kita tengah memuncak, saat semangat ibadah kita tengah menggebu, lisan kita tengah basah menyebut nama-Nya, kening kita tengah bersujud, tubuh kita tengah berkeringat di jalan-Nya, bahkan ketika tubuh kita bersimbah darah membela agama-Nya. Ketika itu, Allah Ta’ala ridha dengan kematian kita. Dia berkenan menerima kembalinya kita kepada- Nya.
Dia memerintahkan para malaikat menyambut dan membimbing kematian kita, menghadirkan ruh Rasulullah saw. beserta orang-orang saleh dalam proses sakaratul maut kita. Ketika itu, kita disambut dengan kata-kata lebut nan indah, “Ya ayyatuhannafsul mutma’innah. Irji`ī ilā rabbiki rāḍiyatam-marḍīyyah. Fadkhulī fī `ibādī. Wadkhulī jannatī.” Allah Azza wa Jalla menyambut kita dengan sangat mesra, “Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka, masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS Al- Fajr, 89: 27-30)
Maka, pahamlah kita bahwa sukses di dunia adalah sebuah proses; sebuah perjalanan yang berakhir di terminal kematian. Sakaratul maut adalah puncak karier kita di dunia yang harus kita lewati sebaik mungkin. Menjalani sakaratul maut dalam kebaikan menjadi harga mati yang harus kita perjuangankan seumur hidup. Untuk itu, sangat bijak apabila kita mengarahkan seluruh energi diri untuk mendapatkan husnul khatimah.
Bukankah sikap terbaik dalam menyikapi kematian adalah secara sadar mempersiapkan diri sebaik-baiknya bagi kematian yang diberkahi?
Artikel ini dimabil dari buletin TASDIQUL QURAN
Link buletin asli ada di sini https://drive.google.com/file/d/1yBZ6saCrh9S4WfPMAlIFDPHTxheLORGT/view
Post a Comment for "Inilah Puncak Kesuksesan Di Dunia"